SUMBARBERKABAR.COM – Intangible Cultural Heritage Festival (ICHF) 2023 resmi dibuka, Kamis, 12 Oktober 2023, di Agamjua Art and Culture Cafe, Payakumbuh, Sumbar.
Pada malam pembukaan Festival yang akan berlangsung hingga 17 Oktober mendatang itu, Ketua DPDR Sumbar Supardi dalam mukadimahnya menyampaikan visinya soal Payakumbuh sebagai Kota Festival, tepatnya festival budaya.
“Impian saya ke depannya adalah bagaimana Payakumbuh menjadi kota yang penuh pendar cahaya festival,” paparnya.
Untuk menuju ke arah itu, lanjutnya, segenap pihak terkait mesti terus menekankan
pentingnya posisi budaya dan pariwisata bagi Payakumbuh dan Sumbar.
“Budaya adalah hulu dan pariwisata sebagai hilirnya. Karena, terus terang, hanya budaya yang membuat kita berbeda di dunia ini,” lanjutnya.
Kekhasan budaya di Sumbar dan Payakumbuh, yang tak dimiliki wilayah lain, menurutnya merupakan modal yang berpotensi besar memajukan pariwisata Sumbar, dan Payakumbuh khususnya.
“Ketika digarap bersama, Sumbar akan jadi kasawan wisata yang maju dan berkepribadian. Payakumbuh akan dikunjungi berbagai negara, untuk nikmati budayanya yang khas,” lanjutnya.
Lebih jauh, tokoh asal Payakumbuh itu juga menyinggung pentingnya ICHF 2023 untuk pertahankan status WBTb dari Sumbar yang telah diakui UNESCO.
“Jika WBTb Dunia tidak diaktivasi, tidak dieksebisi, dipertunjukkan, statusnya bisa dicabut oleh UNESCO,” lanjutnya sambil menyampaikan bahwa event tersebut merupakan satu-satunya event di Indonesia yang digelar bertepatan dengan peringatan 20 tahun Program ICH UNESCO.
Di kesempatan yang sama Pj. Walikota Payakumbuh, yang diwakili Sekda Payakumbuh Rida Ananda, juga menyampaikan apresiasi dalam kata sambutannya, terkhusus pada Dinas Kebudayaan Sumbar dan Ketua DPRD Sumbar Supardi.
“Apresiasi yang sebesar-besarnya. Karena telah beri kepercayaan pada Payakumbuh untuk jadi tempat diselenggarakannya iven berskala internasional ini,” kata Rida.
“Event ini juga adalah momen penting aktivasi WBTb dan WBTbI, khususnya yang ada di Payakumbuh, momen untuk memasyarakatkan warisan budaya yang ada di Payakumbuh ke dunia luar, dan generasi muda kita sendiri,” tambahnya.
S Metron Masdison selaku Direktur Festival dalam kata hantarannya menyampaikan pentingnya mengaktifkan ekosistem.
“Selama ini persoalan terbesar dalam kebudayaan adalah tidak terkoneksinya ekosistem,” jelasnya.
Ia melihat adanya ketakterhubungan antarpartisi di bidang kebudayaan. Regulasi, pelaku, pengguna, dan infrastruktur kebudayaan seperti bergerak sendiri-sendiri tanpa suatu Desain Besar.
“ICHF 2023 mencoba menating menuju ekosistem. Kegiatan ini akan memberi arus agar terjadinya koneksi,” tekannya.
Malam pembukaan ICHF 2023 dihadiri berbagai kalangan. Niniak Mamak, Tuo-tuo Silek, pelaku dan pegiat budaya, serta komunitas-komunitas. Ketua LKAAM Sumbar, Kepala BPK Wilayah III Sumatra Barat, Rektor ISI Padang Panjang, Wakapolres Payakumbuh, Konsulat dari India, serta Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sumbar.
Malam pembukaan dimulai dengan seromoni Mambuka Galanggang, yang diikuti beberapa pertunjukan lainnya. Salah satu yang spesial adalah pertunjukan silek oleh dua warga Inggris yang merupakan murid dari sasaran Silek Karang Cabang Birmingham serta Penampilan Silek oleh mahasiswa/siswi ISI Padang Panjang yang berasal dari berbagai negara, mulai Autralia hingga Nigeria.
Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi, kemudian membuka secara resmi ICHF 2023. Dalam kata sambutannya, Mahyeldi menyampaikan apresiasinya pada segenap pihak yang selenggarakan ICHF 2023.
“Suatu usaha yang luar biasa, menghadirkan iven internasional di Payakumbuh,” katanya.
Mahyeldi menyebut banyak WBTb dan WBTi di Sumbar, dan Payakumbuh sendiri, yang perlu terus dikenalkan kepada dunia dan kepada masyarakat pemilik warisan budaya itu sendiri. Karena itu, ia melihat ICHF 2023 memiliki banyak nilai positif.
“Hal positif dalam banyak segi, festival ini bisa ingatkan masyarakat dunia dan kita sendiri bahwa kita punya banyak sekali warisan budaya yang tak ternilai harganya, yang harus dijaga, dilestarikan. Karena budayalah karakter kita,” imbuhnya.
Pertunjukan dan Agenda ICHF 2023
Mulai Jumat, 13 Oktober ini ICHF 2023 akan tampilkan sejumlah WBTb Dunia dari berbagai negara peserta. Dari India, misalnya, akan mempertunjukkan Kallaripayatu. Seni beladiri tertua di India yang mula-mula berkembang di Kerala, wilayah India yang menganut sistem kekerabatan matrilineal. Kallaripayatu telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia oleh UNESCO pada 2016.
Sementara Malaysia akan menghadirkan Dondang Sayang, kesenian tradisional berbalas pantun dengan iringan berbagai alat musik. Pantun sendiri telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia Malaysia dan Indonesia pada 2020.
Juga akan ada pameran manuskrip Minangkabau serta pameran Naskah Tuanku Imam Bonjol yang saat ini tengah dinominasikan sebagai Memory of the World ke UNESCO.
Event ini diikuti oleh 11 Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Tiap Kab/Kota bakal mempertunjukkan Warisan Budaya Takbenda masing-masing. Mulai dari tarian, musik tradisional, kuliner, hingga sastra lisan.
Tarian Toga dari Dharmasraya, Tari Kain dari Pesisir Selatan, Batombe dari Kab. Solok Selatan, Tari Kemilau Songket dan Tari Tanun dari Sawahlunto, Tari Tanduak dari Sijunjung, Rabab Darek Tari Podang, dan Talempng Sikatuntuang dari Payakumbuh, Tari Baronde dari Padang Panjang, Indang Tigo Sandiang dari Kab. Pariaman, Pasambahan Komnunitas Marak Mudo dari Tanah Datar, Gamad atau Gamaik dari Padang
Berbagai kuliner juga akan dipamerkan dibarengin demo masak. Kuliner Inti dan Ajik dari Bukittinggi, Pinyaram Pisan dari Solok, Gulai Pongek dari Kab. 50 Kota, Nasi Baka Padang Panjang, hingga Subet, Kapurut Sagu, dan Batra dari Kab. Kepulauan Mentawai.
Provinsi Aceh, Kalimantan Timur, Riau, dan Sumatra Selatan, juga ikut berpatisipasi. Masing- Provinsi tersebut akan menampilkan Warisan Budaya Takbenda masing-masing. Riau akan mempertunjukkan Pantun, Sumatra Selatan dengan kesenian Senjang, Aceh dengan Tari Saman-nya, dan Kalimantan Timur yang akan suguhkan Tarian Kancet Lasan. (*)